Pilih Bahasa

“RI JOU SI TO NONAKOGUDU MOJU SE TO SUBA!”




 MOTO HIDUP  KHALIFAH ISLAM NUSANTARA.


Setelah Portugis berjaya menguasai Melaka pada tahun 1511,mereka begitu angkuh di Negeri negeri Melayu. Portugis cuba meluaskan kekuasaan nya ke wilayah-wilayah Nusantara  yang lain terutama di kawasan yang banyak mengeluarkan hasil rempah seperti di Filipina dan Maluku, disamping mereka cuba menguasai Tanah Melayu dan Jawa. Portugis menghadapi tentangan dari Raja Aceh yang terkenal iaitu Sultan Iskandar Mahkota Alam dan Sultan Iskandar Thani, pasukan perompak Portugis juga menghadapi tentangan dari Raja-raja Jawa.Di Kepulauan Maluku mereka menghadapi tentangan dari Sultan Khairun dan anaknya Sultan Babullah.


Khalifah Islam Nusantara   merupakan gelaran yang diberikan oleh masyarakat di Kepulauan Maluku kepada Sultan Babullah. Baginda lahir di Ternate, 10 Februari 1528. Babullah merupakan generasi ke-5  yang diangkat menjadi Sultan dalam usia 42 tahun . Ketika menjadi Sultan, Babullah telah berpengalaman berjihad melawan kafir Portugis yang hendak merompak kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara  sekaligus merompak akidah Islam rakyatnya.


Sebagai kerajaan Islam di Maluku , setiap anak-anak di wilayah kekuasaan kerajaan ini mendapat didikan agama yang kuat sejak kecil. Tak terkecuali Sultan Babullah. Selain pengetahuan agama, Babullah juga mendapatkan latihan ketenteraan menurut Islam dari Salahaka Sula dan Salahaka Ambon, keduanya panglima perang Ternate. Babullah memperlihatkan kecakapan yang tinggi sehingga di usia muda sudah diberi kepercayaan  menjadi Kaicil Peperangan@panglima tertinggi angkatan perang oleh bapanya yang sangat berharap baginda akan dapat mengantikan nya satu masa kelak.Kejayaan baginda telah di perlihatkan sejak beginda masih sangat muda, baginda bukan sahaja Berjaya mempertahankan wilayah Ternate dari menjadi jajahan Portugis sebaliknya baginda Berjaya meluaskan wilayah taklukan Ternate hingga ke Mindano di Filipina.


Semasa menjawat jawatan sebagai panglima perang, Sultan Babullah memperhebat peperangan terhadap Portugis. Babullah tak kan pernah lupa bagaimana perang Salib ini membunuh ayahnya, Sultan Hairun, dengan biadab. Tubuh  ayahnya hancur dengan dada yang dikorek  karena jantungnya dikeluarkan dan diambil Portugis untuk dipersembahkan kepada Rajamuda Portugis di Goa,India (1570). Dengan tangannya sendiri Babullah menatang  jasad ayahnya yang bermandikan darah.


Dalam memerangi Portugis, Sultan Babullah senantiasa menyemangati barisan mujahidinnya dengan kalimah:


“RI JOU SI TO NONAKOGUDU MOJU SE TO SUBA!”


 (Hanya kepada Allah tercurah harapan, meski gaib, namun tetap akan kita sembah karena Dia ada!).


Sultan Babullah juga mengamati perkembangan Dunia Islam sejak zaman awal hingga ke masa pemerintahannya. Sejarah  kekalahan tentera Salib di Timur Tengah dan demdam kesumat raja-raja Eropah terhadap Islam sangat di fahami oleh baginda . Dalam salah satu tulisannya Sultan Babullah berkata, “Antara Islam dan Katolik terdapat jurang pemisah yang lebar. Sejarah kemenangan di Andalusia (Spanyol), wujud nya Khalifah Islam di wilayah  barat  membuat mereka membenci dan iri hati dengan kebesaran Kesultanan Ternate. Mereka menderita penyakit dendam kesumat serta pemusnahan di mana saja setiap melihat negeri-negeri Islam, baik di Goa, Melaka, Jawa, dan kita di Maluku sini. Kalau kita di Ternate kalah maka nasib kita akan sama dengan neger-negeri Islam di Jawa, Sulawesi, dan Sumatra”.


Sebab itu, Ternate membangun armada perangnya dengan sangat kuat. Di masa Sultan Babullah, Ternate memiliki barisan mujahidin terlatih sebanyak lebih kurang 120.000 orang. Ternate juga menjalin kerjasama dengan sejumlah kerajaan Islam di luar Maluku seperti dengan wilayah Jawa (Jepara), Melayu, Makasar, dan Buton. Gabungan kekuatan ini akhirnya mampu merebut benteng Portugis seperti Fort Tolocce (dibangun tahun 1572), Santo Lucia Fortress (1518), dan Santo Pedro (1522).


Dalam pertempuran, pasukan  yang terdiri dari suku Tobelo dilengkapi panah api beracun, barisan askar  Babullah bersenjatakan meriam hasil rampasan dari benteng Portugis di Castel Sin Hourra Del Rosario, pusat kekejaman Portugis di Asia Tenggara sekaligus tempat mendidik para misionaris Portugis untuk menyebarkan Salib di Maluku dan sekitarnya.


Perang berjalan selama lima tahun (1570-1575) dengan kemenangan selalu di pihak Mujahidin. Akhirnya, pada 24 Desember 1575, Gubernur Nuno Pareira de Lacerda menaikkan bendera putih di istananya dan menyerahkan kota-benteng Santo Paulo atau kota Sen Hourra Del Rosario. Futuh Sen Houra del Rosario terjadi bertepatan di malam Natal. Para salibis keluar dari benteng dengan linangan air mata namun dijaga dengan baik oleh laskar Mujahidin Ternate. Senjata mereka dilicuti dan dihantar menuju kapal laut yang membawa mereka ke Manila dan Timor.


Sikap baik Sultan Babullah terhadap musuhnya ini menimbulkan perasaan kurang puas di kalangan pasukannya. Apalagi mereka masih ingat bagaimana ayah dari Sultan Babullah dibunuh secara kejam. Namun Sultan Babullah dengan bijak  mengatakan, “wahai rakyatku, ketahuilah bahwa Islam tidak memperbolehkan seorang Muslim mengambil keuntungan karena kelemahan musuhnya dalam perang di medan laga.” Sikap yang diperlihatkan Sultan Babullah ini mengulang sikap ksatria yang diperlihatkan Panglima Islam Shalahuddin Al-Ayyubi saat membebaskan Yarusallaem di abad ke-12. Di Ternate, salib Portugis berhasil dikalahkan.


KemenanganTernate ini menginspirasikan para Mujahidin seluruh Nusantara. Kesultanan Ternate menjelma menjadi pusat dakwah yang terkenal  di timur Indonesia. Banyak tenaga da’I dikirim ke wilayah-wilayah yang jauh dari pusatnya, seperti ke Kepulauan Nusa Tenggara. Sultan Babullah dianugerahi sebagai “KHALIFAH ISLAM NUSANTARA PENGUASA 72 NEGERI”.


Sultan Babullah meninggal dunia pada 25 Mei 1583. Cucunya, Sultan Zainal Abidin, membentuk rangkaian Kekuatan Islam Nusantara di antara Kesultanan Ternate, Kerajaan Aceh Darusslama, dan Kerajaan Demak.


ALFATIHAH BUAT BAGINDA SULTAN BABULLAH WA USULIHI WA FURU’I’HI.

Share:

0 comments

Flag Counter